Alkisah pada jaman dahulu selagi seekor babi tengah melintas di sebuah hutan belantara. Babi hutan itu tengah mulai kehausan di tengah panasnya terik matahari. Pada selagi dia mencari-cari mata air, dia menyaksikan tersedia air yang tertampung di pohon keladi hutan.

Segera diminumnya air itu untuk melepas dahaga. Tanpa disadarinya air itu adalah air seni Raja Sungging Perbangkara. Karena kesaktian Raja Sungging Perbangkara, babi hutan itu pun mengandung sehabis meminum air seninya. Sembilan bulan kemudian si babi hutan melahirkan seorang bayi perempuan.
Raja Sungging Perbangkara tahu tentang adanya bayi perempuan yang terlahir karena air seninya itu. Ia pun pergi ke hutan untuk mencarinya. Ditemukannya bayi prempuan itu. Dia pun memberinya nama Dayang Sumbi dan membawanya pulang ke istana kerajaan.
Dayang Sunbi tumbuh jadi perempuan yang benar-benar cantik wajahnya. Serasa tak terbilang kuantitas raja, pangeran dan bangsawan yang berkehendak memperistri anak perempuan Raja Sungging Perbangkara itu. Namun, seluruh pinangan itu di tolak Dayang Sumbi bersama halus. Sama sekali tidak dianggap oleh Dayang Sumbi , mereka yang ditolak pinangannya itu saling berperang sendiri untuk memperebutkan dirinya.
Dayang Sumbi benar-benar bersedih tahu kenyataan bahwa para pangeran, raja dan bangsawan yang ditolaknya saling melaksanakan peperangan. Dia pun memohon kepada Raja Sungging Perbangkara untuk mengasingkan diri. Sang Raja akhirnya mengijinkan anaknya berikut untuk mengasingkan diri. Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani oleh seekor anjing jantan bernama si tumang. Untuk mengisi selagi luangnya sepanjang di dalam pengasingan, Dayang Sumbi pun menenun.
Alkisah, ketika Dayang Sumbi tengah menenun, peralatan tenunannya terjatuh. Ketika itu Dayang Sumbi mulai malas untuk mengambilnya. Terlontarlah ucapan yang tidak benar-benar disadarinya.” Siapapun terhitung yang bersedia mengambilkan peralatan tenunku yang terjatuh, sekiranya itu Laki-laki bakal kujadikan suami, jikalau dia perempuan dia bakal kujadikan saudara.”
Tak disangka si tumang menyita peralatan tenun yang terjatuh itu dan memberikannya kepada Dayang Sumbi.
Tidak tersedia yang mampu diperbuat Dayang Sumbi selain memenuhi ucapannya. Dia menikah bersama Si Tumang yang ternyata titisan dewa. Si Tumang adalah dewa yang dikutuk jadi hewan dan dibuang ke bumi. Beberapa bulan sehabis menikah, Dayang Sumbi pun mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Dayang Sumbi memberinya nama Sangkuriang.
Waktu terus berlalu. Beberapa th. kemudian terlewati. Sangkuriang telah tumbuh jadi seorang pemuda yang tampan wajahnya. Gagah. Tubuhnya kuat dan kekar. Sakti mandraguna pula anak Dayang Sumbi ini.
Sejak kecil Sangkuriang telah suka berburu. Setiap kali melaksanakan perburuan di hutan. Sangkuriang senantiasa ditemani oleh si tumang. Sama sekali Sangkuriang tidak tahu bahwa si Tumang adalah ayah kandungnya.
Pada suatu hari Sangkuriang bersama di temani Si Tumang lagi meakukan perburuan di hutan. Sangkuriang bermaksud mencari kijang karena ibunya benar-benar meminta memakan hati kijang. Setelah lebih dari satu selagi berada di di dalam hutan, Sangkuriang menyaksikan seekor kijang yang tengah merumput di balik semak belukar. Sangkuriang memerintahkan si tumang untuk mengejar kijang itu Sangat aneh, si Tumang yang biasanya penurut, ketika itu tidak menuruti perintahnya. Sangkuriang jadi marah. Katanya.” Jika engkau senantiasa tidak menuruti perintahku, niscaya saya bakal mebunuhmu.”
Ancaman Sangkuriang seakan tidak dipedulikan si Tumang. Karena jengkel dan marah, Sangkuriang kemudian membunuh si Tumang. Hati anjing hitam itu diambilnya dan dibawanya pulang ke rumah. Sangkuriang beri tambahan hati si Tumang kepada ibunya untuk dimasak.
Tanpa disadari Dayang Sumbi bahwa hati yang diberikan anaknya adalah hati suaminya. Dia kemudian memasak dan memakan hati itu. Maka, tak terperikan amarah Dayang Sumbi kepada Sangkuriang ketika dia tahu hati yang dimakannya adalah hati si Tumang. Dia lantas raih gayung yang terbuat berasal dari tempurung kelapa dan memukul kepala Sangkuriang, sampai kepala Sangkuriang terluka.
Sangkuriang benar-benar marah dan sakit hati bersama perlakuan ibunya itu. Menurutnya, Ibunya lebih menyayangi si Tumang dibandingkan dirinya. Maka, tanpa pamit kepada Dayang Sumbi ibunya, Sangkuriang kemudian pergi mengembara ke arah timur.
Dayang Sumbi benar-benar menyesal sehabis tahu kepergian Sangkuriang anaknya. Dia pun bertapa dan memohon ampun kepada para dewa atas kekeliruan yang diperbuatnya. Para dewa mendengar permohonan Dayang Sumbi, mereka terima permohonan maaf itu dan mengaruniakan Dayang Sumbi kecantikan abadi.
Syahdan, Sangkuriang terus mengembara tanpa tujuan yang pasti. Dalam pengembaraanya Sangkuriang terus menambah kesaktiannya bersama berguru kepada orang-orang sakti yang ditemuinya sepanjang pengembaraan. Bertahun-tahun Sangkuriang mengembara tanpa disadari dia lagi ke daerah dimana dia dahulu dilahirkan.
Sangkurian kagum bersama kecantikan Dayang Sumbi yang abadi, dia tidak tahu bahwa perempuan cantik yang ditemuinya di hutan adalah ibu kandungnya sendiri. Hal yang sama terjadi terhitung pada Dayang Sumbi yang tidak tahu pemuda gagah yang sakti itu adalah Sangkuriang anaknya. Karena saling jatuh cinta mereka merencenakan untuk menikah.
Sebelum pernikahan dialngsungkan Sangkuriang bermaksud untuk berburu. Dayang Sumbi menolong Sangkuriang mengenakan penutup kepala. Ketika itulah dayang Sumbi menyaksikan luka di kepala calon suaminya. Teringatlah dia pada anak lelakinya yang telah meninggalkannya. Dia benar-benar yakin pemuda gagah itu tidak lain adalah Sangkuriang anaknya.
Dayang Sumbi kemudian mengatakan bahwa dai sebetulnya adalah ibu kandung berasal dari Sangkuriang. Oleh karena itu dia tidak bersedia menikah bersama anak kandungnya tersebut. Namun, Sangkuriang yang telah dibutakan oleh udara nafsu tidak memperdulikan penjelasan Dayang Sumbi, dia senantiasa bersikukuh bakal menikahi Dayang Sumbi.
“Jika sebetulnya begitu kuat keinginanmu untuk menikahiku, saya rela engkau memenuhi satu permintaanku” Kata Dayang Sumbi
“Apa permohonan yang engkau kehendaki.” Tantang Sangkuriang.
Dayang Sumbi mengajukan syarat yang laur biasa berat yaitu dia ingi sungai citarum dibendung untuk dibikin danau, dan di dalam danau itu tersedia perahu besar.” Semua itu mesti mampu engkau selesaikan di dalam selagi satu malam.” Ucap Dayang Sumbi.” Sebelum fajar terbit, ke dua permintaanku itu mesti telah selesai engaku kerjakan.”
Tanpa sangsi Sangkuriang menyanggupi permohonan berasal dari Dayang Sumbi.” Baiklah, saya bakal memenuhi permintaanmu.”
Sangkuriang segera bekerja mewujudkan permohonan Dayang sumbi. Pertama kali dia menebang pohon besar untuk dibuatnya sebuah perahu. Cabang dan ranting pohon yang tidak dibutuhkannya ditumpukan. Tumpukan cabang dan ranting pohon itu dikemudian hari menjelma jadi gunung Burangrang.Begitu pula tunggul pohpon itu kemudian berubah jadi sebuah gunung yang lebih dikenal gunung bukit tinggul.
Perahu besar itu akhirnya selesai dibikin Sangkuriang. Pemuda Sakti itu kemudian bermaksud membendung aliran sungai Citarum yang deras untuk dibikin sebuah danau. Sangkuriang kemudian memanggi para makhluk halus untuk membantunya mewujudkan permohonan Dayang sumbi.
Semua yang dijalankan Sangkuriang diketahii oleh Dayang Sumbi. Terbit kegelisahan di dalam hati Dayang Sumbi ketika menyaksikan pekerjaan Sangkuriang sebentar lagi selesai. Dia mesti menggagalkan pekerjaan Sangkuriang sehingga pernikahan bersama anak kandungnya itu tidak terlaksana. Dia pun memohon bantuan berasal dari para Dewa.
Setelah berdoa, Dayang Sumbi meraih petunjuk. Dayang Sumbi kemudian menebarkan boeh rarang (kain putih hasil tenunan). Dia terhitung memkasa ayam jantan berkokok ketika selagi tetap malam. Para makhluk halus benar-benar kegelisahan ketika tahu fajar telah tiba. Mereka berlari dan menghilang kesegala penjuru. Mereka meninggalkan pekerjaannya membawa dampak danau dan perahu yang belum selesai.
Sangkuriang benar-benar marah. Dia mulai Dayang Sumbi telah berlaku curang kepadanya. Ida benar-benar yakin jikalau fajar sebetulnya belum tiba. Dia mulai tetap tersedia selagi baginya untuk selesaikan pekerjaan. Dengan kemarahan tinggi, Sangkuriang kemudian menjebol bendungan di Sanghyang Tikoro. Sumbat aliran citarum kemudian dilemparkannya ke arah timur yang kemudian menjelma jadi gunung Manglayang. Air yang pada awalnya memenuhi danau itu pun jadi surut. Serasa belum reda kemarahannya. Sangkuriang kemudian menendang perahu besar yang telah dibuatnya sampai terlempat jauh dan jatuh tertelungkup. Menjelmalah perahu besar itu jadi sebuah gunung yang kemudian di sebut gunung Tangkuban Perahu.
Kemarahan Sangkuriang belum reda. Dia mengetahui, seluruh itu sebetulnya adalah langkah berasal dari Dayang Sumbi untuk menggagalkan pernikahan dengannya. Dengan kemarahan yang terus meluap, Dayang sumbi pun dikejarnya. Dayang sumbi yang kegelisahan terus berlari untuk mencegah sampai akhirnya menghilang di sebuah bukit. Bukit itu kemudian menjelma jadi gunung Putri. Sedangkan Sangkuriang yang tidak sukses mendapatkan Dayang Sunbi akhirnya menghilang ke alam gaib.
“Pesan Moral berasal dari Legenda Asal Muasal Gunung Tangkuban Perahu : Kisah Sangkuriang adalah Bersikaplah untuk jujur karena kejujuran bakal membawa kebaikan dan kebahagiaan di kemudian hari. Perbuatan curang bakal merugikan diri sendiri serta mampu mendatangkan musibah bagi diri sendiri ataupun orang lain.”