Berbicara tentang dunia pendidikan nasional, rasanya tidak etis bila tak bicara tentang pemikiran-pemikiran Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau lebih dikenal Ki Hajar Dewantara.
Pendiri Perguruan Taman Siswa dan pencipta semboyan ‘Tut Wuri Handayani’ ini dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI pertama, Sukarno, pada tahun 1959 dan ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Indonesia.
Bagaimana konsep dan pemikiran Ki Hajar tentang pendidikan karakter?
Dalam berbagai sumber penulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus dimulai dengan persamaan persepsi pemangku kepentingan pendidikan mengajar itu sendiri.
Menurut Kihajar Dewantara, mendidik dalam arti sebenarnya adalah proses humanisasi (humanisasi), yaitu pengangkatan manusia di tingkat manusia.

Untuk mendidik pembelajaran, ada komunikasi otentik keberadaan manusia bagi manusia, untuk memiliki, melanjutkan dan disempurnakan.
Jadi, pada kenyataannya, pendidikan adalah bahwa bangsa ini membawa orang Indonesia keluar dari ketidaktahuan, membuka transenden sifat manusia.
Apakah pendidikan karakter harus menjadi mata pelajaran?
Dalam hal ini, kata Supriyoko, Ki Hadjar membayangkan, pendidikan karakteristik tidak berkewajiban untuk menjadi subjek yang terpisah, tetapi dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran lain.
Namun, Ki Hajar membedakan model pendidikan karakter sesuai dengan tingkat pendidikan. Pada tingkat pendidikan TK, KI Hajar menyatakan tingkat Syari’at.
Metode ini digunakan untuk berperilaku baik sesuai dengan ukuran umum, misalnya salam selama pertemuan teman, untuk memberikan rasa hormat selama pertemuan guru dan untuk mencium tangan orang tua.
Menurut Ki Hajar Dewantarata, tujuan pendidikan adalah “kontrol diri” karena di sinilah pendidikan menggunakan manusia (humanisasi).
Kontrol diri adalah langkah yang perlu diatasi untuk mencapai pendidikan manusia. Ketika setiap siswa dapat dikuasai, mereka akan dapat menentukan sikapnya. Dengan demikian akan menumbuhkan sikap independen dan dewasa.
Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan).
Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).
Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas.
Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara.
Menurut tulisan Theo Riyanto, perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini.

Bagaimana agar ketadanan seorang guru berbuah hal yang baik pada jiwa?
Bagi Ki Hajar Dewantara, guru harus menjadi kepribadian kepribadian dalam kepribadian dan spiritualitas, yang kemudian memberi dirinya untuk menjadi pahlawan dan mempersiapkan siswa untuk menjadi pembela Nusa dan bangsa. Hal utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai contoh model dan sebagai fasilitator kelas.
Karakter karakter adalah tugas pendidikan. Esensi pendidikan adalah membangun manusia yang lengkap, yaitu karakter yang baik dan karakter yang baik.
Pemahaman dan karakter yang baik mengacu pada standar yang diadopsi, yaitu nilai-nilai mulia dari Pancasila yang benar-benar terintegrasi ke dalam martabat manusia dan martabat (Hmm).
Hmm yang mengandung nilai-nilai mulia Pancasila adalah dasar pendidikan. Dalam hal ini, paradigma pendidikan yang dikembangkan dan diimplementasikan adalah pemuliaan kemanusiaan, di mana umat manusia hmm itu sendiri.
PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HAJAR DEWANTARA
Dunia pendidikan telah diberikan oleh berbagai ajaran dan dogma dari luar negeri yang diajarkan baik secara formal, non-formal dan informal.
Baca Juga :
Kita tidak menyadari bahwa banyak dogma atau ajaran tidak mematuhi budaya negara ini. Meskipun negara kita memiliki sejumlah guru dan pendidik luar biasa, salah satunya adalah ajaran pendidikan kami, Ki Hajar Dewantarata.
Jika diamati, berbagai masalah sosial yang terjadi sekarang disebabkan oleh kelemahan toleransi antara sosial lain, pengurangan otoritas pemerintah karena berbagai kebijakannya dianggap bukan orang.
Melemahnya peran norma dalam peraturan ketertiban umum terhadap ketidakpercayaan hukum. Semua meningkatkan berbagai perilaku anarkis, sadis, perilaku konflik dan berbagai perilaku lain yang bertentangan dengan norma sosial, moral dan agama.
Banyak orang akhirnya bertanya,
“Apa yang salah dengan pendidikan nasional sehingga gagal untuk memperkuat karakter bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila, Konstitusi 1945 dan UU No. 20 tahun 2003?”
Banyak dari artikel ini dengan Tema pendidikan karakter menurut Ki Hajar Dewantarata, semoga bermanfaat.
3 Comments